Tampilkan postingan dengan label wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wisata. Tampilkan semua postingan

Foto Maria "Miyabi" Ozawa Pakai Batik: Tanda Cinta Indonesia?


"Welcome Miyabi! Tulisan ini benar-benar dipajang di sebuah restoran mewah di Jakarta. Seorang pegawai di restoran mewah itu menuturkan, Miyabi memang datang ke Social House sekitar pukul 16.30, Minggu sore. Rupanya, kedatangannya itu tak diumumkan sebelumnya kepada para pekerja maupun tetamu lainnya. Maria "Miyabi" Ozawa datang memenuhi undangan kenalannya, yang identitasnya tidak disebutkan. Hem, saya jagi ingat seseorang yang pernah berpesan, Maria juga ingin mencoba Kaledo, di kota Palu, Sulteng.[Ach....Jangan2 dia juga diam-diam sudah ke Palu menikmati Kaledo]

Setelah heboh Film Menculik Miyabi yang tak urun tayang itu, Maria yang dikabarkan sudah tobat main film bokep, ternyata tak berhenti menggoda publi Indonesia. Tersiar kabar juga, ia kesengsem naik Bajai di Jakarta dan gossip tawaran maen film dengan Ariel Peterpan, yang tengah dirundung masalah akibat adegan mesum.

Diberitakan bintang porno keturunan Jepang-Kanada, Maria ‘Miyabi’ Ozawa, menyatakan tertarik untuk beradegan ranjang dengan Ariel Peterpan. Karena itu, produser menyatakan akan menawari vokalis tersebut untuk bermain film.
“Miyabi memang sempat tanya soal Ariel. Dia banyak membaca berita soal Ariel lewat internet. Miyabi kagum dengan Ariel kalau memang Ariel betul- betul merupakan bintang video mesum yang beredar selama ini,” ungkap Ody Mulya, produser Maxima, seperti dikutip koran Pos Kota.
Produser yang telah membuat film hot seperti Suster Keramas, Menculik Miyabi dan Tiran (Mati di Ranjang) itu mengemukakan Miyabi tertarik untuk beradu akting dengan Ariel. “Tapi bukan maksudnya film mesum ya,” tuturnya. Hem!

Bukan itu saja, seakan ingin menampilkan citra positif, pihak Maria "Miyabi" Ozawa menyebarkan foto-foto, di mana dia tampak anggun, bergaya dengan mengenakan busana kebaya batik dari Indonesia, berikut ini:






Foto-foto ini menggambarkan sosok Maria Ozawa jauh lebih anggun. Konon sesi pemotretan ini dilakukan di Tokyo, Jepang. Bagaimana ya kalau dia mengenakan sarung Donggola, yang ditenun di Sulteng? Akankah membuatnya bertobat untuk selamanya? Baca Sambungan :“Foto Maria "Miyabi" Ozawa Pakai Batik: Tanda Cinta Indonesia?”

Kesaksian Mengenai Ciri Fisik Warga Wentira

Kisah berikut agaknya sejalan dengan cerita yang saya dapatkan dari beberapa sumber di Palu maupun di luar Palu. Warga Wentira tidak punya garis pemisah diatas tengah bibir, seperti layaknya manusia normal.

Menurut keyakinan masyarakat setempat, yang disebut kawasan Wentira atau Uwentira adalah wilayah yang sekarang dikenal sebagai kawasan kebun kopi, di jalan Trans Sulawesi poros Sulawesi Selatan - Sulawesi Tengah. Di sekitar sana tidak ada pemukiman penduduk hanya pohon-pohon yang menjulang tinggi berwarna keputih-putihan ditandai dengan sebuah jembatan yang konon hanya orang yang mampu melihat hal-hal gaib-lah yang bisa melihat kalau ternyata jembatan itu juga merupakan pintu gerbang untuk masuk ke Kerajaan mistis Wentira.
Seseorang, dengan identitas seleb_celebes
memposting cerita ini di sebuah forum. Berikut kisahnya.
Untuk masuk ke Wentira, tidak boleh sembarangan, hanya yang dikehendaki dan diizinkan oleh penghuni Wentira yang boleh masuk. Nah, paman teman saya ini termasuk orang yang diizinkan, karena dia melakukan ritual-ritual ditemani oleh orang2 pintar di sekitar daerah itu. Sementara kalau orang yang dikehendaki biasanya orang yang katanya kalau lewat tidak permisi (kulo nowon) dulu, lewat dengan sombongnya, dan biasanya yang seperti ini tidak pernah lagi kembali keluar. Pernah ada kejadian mobil melintas di tengah jembatan tetapi sebelum sampai diujung jembatan sudah keburu menghilang, kata penduduk skitar masuk kedalam Wentira.

Menurut cerita paman teman saya itu alam di dalam Wentira didominasi warna kuning keemasan dimana penghuninya hidup sangat sejahtera dan tidak ada yang miskin, kehidupan disana laiknya kehidupan normal, semua ada baik gedung, kendaraan dll tapi semuanya serba mewah.

Menurut cerita orang-orang di sekitar pegunungan Sulawesi Tengah yang katanya juga masuk kedalam area Wentira, kadang-kadang ada penghuni Wentira yang keluar untuk berbelanja di pasar-pasar tradisional, ciri-cirinya yang utama adalah tidak ada garis pemisah diatas tengah bibir seperti layaknya manusia normal, kalau mereka muncul tetap dilayani tetapi tidak ada yang berani mengganggu.

Sumber:http://www.bismania.com
Kisah yang terkait:

http://palutoday.blogspot.com/2010/10/3-kisah-adanya-kota-ajaib-uwentira-di.html Baca Sambungan :“Kesaksian Mengenai Ciri Fisik Warga Wentira”

Menikmati Bubur Manado di Depot Citra Land, Palu


Ternyata Bubur Manado ada juga di Palu. Rasanya pun tak kalah nendang Bubur Manado favorit saya di Pantai Losari, Makassar. Selain itu, bubur manado di Palu ini menyandang nama keren, bubur manado citra land. Saya bertemu sajian khas manado itu Rabu (21/10) pagi ini?

Awalnya, saya lagi jalan-jalan pagi di seputar jalan Setiabudi-S.Parman di kawasan dekat kantor dinas Pertanian. Di dekat BNS (Bumi Nyiur Swalayan), saya melihat ada papan unik, Depot Citra Land. Nama citra land menggoda saya. Maklum di Makassar, orang lagi pada demam bicara soal kawasan perumahan elit Citra Land yang sudah siap huni Oktober ini. Saya berpikir jangan-jangan ada hubungan dengan sosok Ir. Ciputra yang menurut informasi, berasal dari Palu. Bos Ciputra ini lahir di Parigi, Sulteng, 24 Agustus 1931, kini seorang insinyur dan pengusaha pemilik grup pengembang rumah elit dengan merek Citra Land, yang kini sudah merambah ke manca negara. Kini bahkan sudah ada di Manado, Ambon, Makassar. Dan entah kapan di Palu, hehehe

Ternyata, selidik punya selidik, pemiliknya Ibu Ulfa Panyilie adalah asli Gorontalo. Di rumah sekaligus depotnya, di jalan Joyokodi No 2, ternyata tersedia aneka makanan. Juga ternyata Ibu Ulfa ini punya usaha produksi Bawang Goreng, Abon Ikan, Abon Daging, dan aneka kue-kue kering. Semua diberi label Citra Land!

Saya tergoda memesan bubur manado citra land. Ini kali pertama saya dapat bubur manado di Palu. Harga seporsi Rp. 10.000 plus air putih. Depot masih sepih di pagi hari. Meja-meja makan disusun apik di teras rumah yang asri. Aneka bunga sekeliling pagar menambah indah suasana di pagi hari.

Tak lama pesanan datang. Wow...porsinya cukup besar. Cukup untuk berdua, sebenarnya. Bubur manado citra land ini agak spesial, karena selain bubur, jagung, sayur bayam, ikan kering, dan sambel masih ada pula ubi kayu. Ubi kayu dipotong-potong kecil, tidak terlalu lembek sehingga menikmatinya cukup renyah. Saya menikmati dengan lahap. Karena panas dan agak pedis, wajar berkeringat sepangan makan. Sungguh nikmat di pagi hari.

Kalau ingin sarapan pagi, apalagi sehabis olah raga, saya rekomendasi Bubur Manado Citra Land ini. Oh ya, saya juga tertarik ingin membawa oleh-oleh Bawang Goreng dan Abon pas balik Makassar nanti. Harga Abon sapi ukuran besar Rp. 64.000, Bawang Goreng Rp. 89.000. "Kebetulan musim lagi bagus, kita dapat bawang goreng besar-besar dan bagus," ujar Dewi salah satu putri Ibu Ulfa yang melayani saya pagi ini. Sayang, hanya bawa uang pas, jadi mesti ke sini lagi belanja nanti. Depot Citra Land menyediakan sekaligus: wisata kuliner dan wisata oleh-oleh khas Palu, Sulteng.

Ada yang mau coba? Baca Sambungan :“Menikmati Bubur Manado di Depot Citra Land, Palu”

Palu Jadi Lokasi Film Horor

Benarkah setiap penerbangan dari dan ke Palu mesti ada minimal satu kursi yang dikosongkan. Benarkah itu ada kaitannya dengan mitos warga Uwentira, sebuah kota jin yang mirip kota metropolit yang angkutannya pakai model Mass Rapit Transit (MRT) di Singapura? Apa itu sebabnya, Baru Management (BM),Production House (PH) asal Jakarta telah memilih Palu menjadi lokasi shooting film horor yang tengah mereka garap?

Di barisan kursi paling belakang Sriwijaya Air, yang dua kursinya dibiarkan kosong, kami berbincang dengan antusias soal Uwentira dan film horor dalam penerbangan pagi Makassar-Palu, Minggu (11/10). Bahkan guncangan pesawat yang cukup keras menjelang mendarat, tidak menghentikan obrolan kami.

Eric, teman ngobrol saya adalah bagian dari project film BM yang total digarap di Palu, Sulawesi Tengah. "Semua sudah siap, kru sudah ditempat semua," katanya. Saya bertemu Eric sejak sejak check-in di Hasanuddin Int Airport. Usianya tak lebih 21 tahun. Celana jeans, sepatu kats, dan kemeja panjang lengkap jas membuatnya tampak necis, cute. Ia menenteng kamera besar, merek Sony. Hem, "bukan typical wartawan." Saya membathin.

Dewi fortuna membawa kami duduk bersebelahan, di kursi paling belakang itu.

Tak melewatkan kesempatan, saya banyak bertanya ke dia. Beruntung pula Eric yang saya duga pendiam, ternyata asyik juga diajak ngobrol. Beberapa kali saya lihat pramugari melempar senyum ke arahnya. Dia lebih fokus ngobrol dengan saya. Hem!
Satu kali Eric berpaling ke arah pramugari yang sedari tadi terus-menerus melempar senyum. Mungkin kaget, pramugarinya nubruk pintu dan meringis kesakitan. Hanya dalam sekali lirikan. Bayangkan!

Eric jatuh cinta pada film sejak SMP. Cowok ganteng ini rupanya pernah main di beberapa film juga.Ia main dalam film Meraih Impian bareng Indra Brugman dan aktor kawakan Roy Marthen. "Om Marthen itu keras, disiplin tapi kebapaan banget," katanya. Wow! Tahun 2005 silam Eric ikut kompetisi aktor dan produser film Internasional di Jepang dan meraih juara dua. "Juara 1 dari Korea, aktingnya memang luar biasa."
Kecintaan pada film membawanya lebih fokus belajar membuat film. Jadi asisten kameramen, mejadi kameramen, hingga produser film, dilakoni. Hanya, Eric lebih memilih gendre horor, sebab katanya, "Film horor kita masih kurang berkualitas. Masa film horor dominan adegan seksnya?"

Tertarik yang Horor

Sejak awal Eric ini sudah tertarik film-film horor. Eric terlibat dalam pengambilan gambar film layar lebar Beranak dalam Kuburan, dan menyutradarai film horor "3" dan "6".


Apa yang menarik?


Yang paling menarik dan berkesan, kata Eric, pemain sering kesurupan pas pengambilan gambar. Mereka tiba-tiba bertingkah aneh, bahkan kerasukakan dan histeria. "Biar aman, kita pakai paranormal stempat untuk menemani dalam proses pengambilan gambar."

Eric ini masih muda tetapi serius menggarap film. Dia cerita, "Setiap pengambilan gambar, saya selalu brief pemain, sampai dapat "feel"nya. Kalau gak, saya akan ulang."
Katanya pula banyak sutradara yang maunya cepat kelar, ujung-ujungnya film kurang bermutu.
Saya setuju, banyak film Indonesia digarap seadanya, dan karenanya cepat membuat bosan penonton.

Film Horor di Palu

Eric antusias cerita soal Uwentira. Sesekali dia tengok kursi yang kosong di sampingnya. Saya yakin dia akan eksplorasi leih jauh untuk kepentingan film baru mereka.
Dia masih merahasiakan judul film bioskop
yang bakal mereka garap di Palu. "Tetapi, kita sudah siap, kru sudah di lapangan. Lokasi shootnya juga sudah ada," katanya.

Sedikit bocoran:

Ini kisah beberapa dokter muda yang ditugaskan di desa. Selama bertugas, satu persatu mereka diganggu hantu yang gentayangan. Tragisnya, satu per satu dokter itu akhirnya meninggal sebelum dokter terakhir menyadari bahwa yang menghantui mereka adalah gadis yang mereka dulu perkosa. Gadis malang itu mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Dari sana cerita akan di flashback ke masa-masa SMA. Film ini akan mengambil juga lokasi di sekolahan.

Berhasilkah Sang Dokter muda itu menghadapi api dendam dengan mengembalikan ketenangan arwah sang gadis? Kita tunggu saja.


Ngobrol film horor ternyata mengasyikkan juga. Itu karena bertemu praktisinya. Wajar saja, bila guncangan cukup keras menjelang pesawat mendarat, tidak mengurangi hangatnya obrolan kami soal film horor, yang memang membuat jantung berdetak lebih kencang, bulu kuduk berdiri.

Semoga kota ini makin dikenal di pentas nasional, sekalipun itu lewat film horor. Atau, setidaknya bisa menarik investor membikin bioskop di Palu. Bagaimana?

Catatan: Saya tidak sempat berfoto bareng Eric. Saya lebih tertarik di shoot. Dan, entah kapan itu...Hem! Baca Sambungan :“Palu Jadi Lokasi Film Horor”

Mengunjungi Toli Toli Jelang Panen Raya Cengkeh


Berburu tanda tangan seorang clien, membawa saya untuk pertama kali ke Toli Toli, Sulawesi Tengah minggu lalu. Kunjungan singkat kali ini terasa istimewa karena berkesempatan memicu andrenalin di kawasan hutan Tinombala, menikmati ikan bakar khas Toli-Toli dan merasakan suasana kota itu menjelang panen raya cengkeh, yakni sekitar awal April ini. Sudah lama, wilayah yang memiliki luas wilayah 4.079.6 Km2 dengan jumlah penduduk sekitar 210.000 Jiwa ini dikenal sebagai penghasil cengkeh nomor wahid di Indonesia.


Sebetulnya dari Palu ada beberapa pilihan mencapai Toli-Toli. Dengan pesawat twin otter Merpati yang terbang sekali seminggu, hanya 30 menit saja sudah tiba. Jalur darat bisa melalui jalur Pantai Barat menyusur Selat Makassar atau Jalur Pantai Timur menyusur Teluk Tomini. Namun, Pantai Barat kurang populer. Selain lebih jauh (100 km), medannya berat, juga konon kurang aman bagi pengendara. Demikianlah, jalur Pantai Timur jadi pilihan utama, sekalipun juga tak kalah berat medannya. Sejauh pengalamanku, perjalanan ke Toli-Toli kali ini benar-benar mendebarkan.


Dengan menumpang armada Rental Lorenna saya meninggalkan Palu sekitar pukul 19.00 Wita.Karena memilih di jok depan, saya bayar ekstra Rp. 175 ribu. Menempuh Jalur Timur dengan kijang Inova baru dengan fasilitas AC dan full musik digital malam itu, tak kurang memicu andrenalin. Hanya berselang beberapa menit, kami sudah memasuki kawasan Kebun Kopi . Ruas jalan Kebun Kopi memiliki sekitar 300 tikungan terjal, menanjak hingga ke ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. Jalur ini menjadi pilihan utama transportasi darat dari Palu menuju kota-kota lain di Provinsi Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan sebaliknya.

Penebangan liar menyebabkan jalur ini rawan longsor. Pengendara diimbau ekstra hati-hati karena kawasan perbukitan ini memiliki struktur tanah labil dan berjurang. Melintasi daerah keramat di jembatan di Uwentira malam hari, cukup membuat hati kecut. Untungnya, selepas Kebun Kopi, kami beristirahat menikmati sajian aneka menu di Warung Pinrang yang bersih di Toili, sebelum melanjutkan perjalanan menyusur pantai Teluk Tomini, lalu berbelok dan memotong Kota Raya.

Di kota Raya, sekali lagi kami berhenti. Tampak sudah banyak mobil rental tujuan Toli-Toli. Di warung Mbak (sebutan akrab untuk pemilik) itu, sopir-sopir rental tampak akrab. Suasana ini jarang terlihat di Makassar, Sulsel. Keakraban itu rupanya ada sebab. Mereka bersiap melintasi jalur maut, Pasir Putih.


Sejak meninggalkan daerah Kota Raya, jalan menanjak terus, dengan kondisi jalan berlubang sana sini. Saya ajak penumpang bercanda, tak ada tanggapan. Tampaknya semua orang menjadi tegang, dengan alasan yang segera saya akan tahu. Sopir yang saya ajak ngobrol menjawab sekenanya. "Mungkin konsentrasi karena jalanan rusak," kataku dalam bathin.


Kondisi jalan semakin rusak, dan memuncak saat kami tiba di jalur Pasir Putih di kawasan hutan pegunungan Tinombala. Terlihat barisan truk lagi mengantre. Malam pekat sekali. Mobil kami tiba-tiba berhenti sejenak sebelum mulai merayap pelan menuruni jalan terjal dan becek dalam gelap.


Rupanya inilah puncak Tinombala itu. Jalur terbilang sangat berbahaya, jalur terjal dengan kondisi jalanan yang selalu basah dan becek. Siapa pun pernah melewati jalur ini, akan merasakan beratnya jalan yang benar-benar memicu andrenalin ini. Saat menurun mobil hanya bisa merayap pelan, di saat mendaki harus tancap gas dengan resiko terpelanting. Hanya sopir berpengalaman saja yang berani melewati jalur ini.


Kabarnya, sudah berkali jalur ini diperbaiki, namun tak lama berselang material aspal lenyap tak berbekas. Di kawasan ini sejumlah orang bahkan berprofesi sebagai penarik mobil di lokasi tanjakan paling tajam di puncak Tinombala. Sekali menarik tarifnya bisa mencapai Rp. 500 ribu, tergantung hasil negosiasi. Biasanya, penumpang urun nyumbang. "Dari pada bermalam di sini, lebih milih bayar dan ikut narik pula," kata seorang penumpang yang sudah berkali melewati jalan ini.

Bisa dibayangkan, bila dalam sehari 100 unit mobil saja, kelompok ini sudah mengantongi jutaan rupiah. Hem.

Banyak yang menduga, rusaknya jalur itu karena ada unsur kesengajaan. Pegunungan Tinombala dicatat dalam sejarah kedirgantaraan karena menjadi lokasi jatuhnya pesawat Twin Otter milik Merpati tahun 1977. Konon, operasi penyelamatan penumpang oleh tim SAR adalah yang terbesar dan terkenal dalam sejarah Indonesia. Operasi Tinombala pun diabadikan sebagai sebuah film dan sampai sekarang kisah penumpang yang selamat dari Tinombala sering dijadikan inspirasi dalam latihan survival di Indonesia.


Kami tiba di Toli Toli sekitar pukul 07.00 pagi. Mimpi buruk seakan lenyap menyaksikan suasana kota pantai nan indah di pagi hari. Usai menuntaskan urusan tandatangan, Marthin, kawan saya mengajak makan ikan bakar di Tanjung Batu. Sambil menikmati sajian ikan bakar dengan aroma minyak kampung (kelapa) Marthin banyak cerita magisnya tiga pulau di depan kota Toli Toli, Lutungan, Kabeta, dan Simata. Yang paling keramat adalah Lutungan. Makam Raja Bantilan menjadi objek wisata ziarah di sana. Masyarakat setempat percaya, tiga pulau inilah yang menyangga dan mengawal Toli-Toli. Sebuah pesawat yang hendak mengebom Toli Toli dalam PD II jatuh tersunggur tak jauh dari Lutungan. Bangkainya kini menjadi rumah bagi ribuan ikan yang menyuplai kebutuhan masyarakat bahkan menjadi komoditas ekspor. Di sore hari sepanjang pantai Sandana (7 km) dari pusat kota, nelayan menggelar aneka ikan segar berukuran besar. Ikan di sini terasa lebih manis lagi gurih.

Nama Toli Toli konon berasal dari kata Totolu, yang berati tiga. Menurut mitos suku Toli Toli berasal dari 3 manusia langit yang turun ke bumi, Olisan Bulan, Bumbung Lanjat, dan Ue Saka. Nama Totolu berubah menjadi Tontoli sebagaimana dicatat dalam Lange-Contrack, 5 Juli 1858 ditandatangani wakil Belanda, Dirk Francois dengan Raja Bantilan Syaifuddin. Namun di tahun 1918 berubah menjadi Toli-Toli dan dicatat dalam dokumen Korte Verklaring, ditanda tangani Raja Haji Mohammad Ali. Nama itu bertahan hingga kini. Keturunan Raja Bantilan sejak masa reformasi banyak mengambil peranan dalam pemerintahan dan politik. Bupati saat ini, Ma'ruf Bantilan, juga keturunan Raja Bantilan. Dalam pilkada tahun ini, paling tidak 3 figur dari klan Bantilan akan ikut bertarung memperebutkan kursi Bupati.



Batal membawa saya mengunjungi Pantai Lalos yang konon terkenal karena keindahannya, Marthin mengajak saya keliling kota. Saya tertarik pada tuguh berbentuk buah Cengkeh yang berdiri seksi di tengah kota. Dari sana Marthin mengajak saya melayangkan pandangan ke bukit-bukit yang mengitari kota. Nyaris semua ditutupi pohon cengkeh. Dari kaki Panasakan samapai ke kaki Gunung Tuweley sekitar 28.000 hektar, terhampar perkebunan cengkeh. Tampak jelas bila cengkeh tengah berbuah lebat. Aroma khas Cengkeh pun mulai terasa.

Menurut Marthin, yang sehari-hari berdagang hasil bumi, 90% daerah pebukitan Toli Toli ditutupi areal pertanian cengkeh. Dalam soal cengkeh, wilayah ini layak diacungi jempol. Ketika harga cengkeh terjun bebas gara-gara kebijakan BPPC Tommy Suharto, para petani di sini tak membabat sama sekali cengkehnya, sebagaimana petani di daerah-daerah lain lakukan. Mereka beralih ke perkebunan coklat, dan kelapa serta padi di daerah yang lebih rendah. Demikianlah, hinggi kini Toli Toli tetap menjadi penghasil cengkeh terbesar dengan kualitas nomor satu di Indonesia. Perusahan-perusahan rokok besar, seperti Sampoerna, Gudang Garam, Jarum punya gudang-gudang penampungan cengkeh di sini.


Situs Pemda Toli Toli mencatat, dalam lima tahun terakhir hasil perkebunan cengkeh terus meningkat angkanya. Tahun 2002 dihasilkan 6.328 Ton, Tahun 2003 dihasilkan 1582 Ton, Lalu Tahun 2004 dihasilkan sekitar 1.604 Ton. Tahun 2005 sebanyak 2.245 Ton dan 2006 tetap tinggi yakni 2.133 Ton.

Jenis cengkeh yang paling banyak ditanam adalah zanzibar, seputih dan sikotok. Rata-rata produksi tertinggi sampai mencapai 8.000 Ton bahkan lebih.

Tahun ini, petani cengkeh bersiap panen raya lagi. Cengkeh berbuah lebat. Marthin bercerita, di masa panen,kota ini tiba-tiba menjadi sangat padat pendatang. Mereka datang dari berbagai daerah termasuk Sulbar dan Sulteng, sebagai pemetik cengkeh. Pada musim panen, dealer mobil dan motor kewalahan melayani pembeli. Dengan harga Rp. 30 ribu per-kilo, wajarlah para petani dan pemetik itu tiba-tiba berkantng tebal. Di masa itu, tingkat kejahatan pencurian dan perampokan meningkat.

Uniknya, perkebunan cengkeh di sini dikelola secara perorangan. Tak heran bila ada saja petani memiliki satu atau lebih bukit sekaligus di Toli-Toli.




Baca Sambungan :“Mengunjungi Toli Toli Jelang Panen Raya Cengkeh”

Tertahan di Makassar, Tak Dapat Angpao Caroline Gunawan

Perayaan tutup tahun Imlek, Cap Goh Meh selalu jadi moment yang tidak saya lewatkan sejak lama. Tari-tarian tradisional China, atraksi Barongsai, lampion, dan busana khas dan Angpao menjadi daya tarik Cap Go Meh yang biasanya dirayakan dengan festival dan perarakan di pusat-pusat pemukiman komunitas Tionghoa, Pecinan.

Sekalipun di Palu, Sulteng cukup banyak warga Tionghoa, tampaknya perayaan Cap Goh Meh masih dirayakan tertutup, atau paling tidak tak seterbuka Makassar, Semarang, Jakarta, Bandung, Medan dan yang paling heboh di Singkawang Kalimantan Barat. Di Singkawang festival Cap Go Meh sudah menjadi even budaya dan wisata yang ditunggu-tunggu.

Sejak dua tahun lalu, terbesit  di hati saya keinginan berkeliling menyaksikan perayaan khas etnik tionghoa ini. Sayang, rencana ke Jakarta  pada puncak perayaan kali ini batal, karena tertahan di Makassar. Bersamaan dengan itu, melayang pula kesempatan berjumpa dan menerima Angpao dari idola saya, Caroline "Alena" Gunawan. Alena seorang penyanyi sekaligus bintang film keturunan Tionghoa.

Kepada wartawan, Alena bilang dia bersama keluarga selalu merayakan Imlek dan Cap Go Meh dengan menyumbangkan lagu dan membagi-bagikan Angpau. Saya ngefans Alena gara-gara aktingnya  di Gading-Gading Ganesha.

“Awal Maret besok, aku akan nyanyi lagu-lagu mandarin di Perayaan Cap Go Meh tahun ini di Pekan Raya Jakarta, Kemayoran,” tutur pelantun Terlanjur Memilih ini, kepada wartawan.

Pemilik wajah khas oriental ini, juga  mengungkapkan kegembiraannya menyambut Cap Go Meh dan sangat menyukai pertunjukan barongsai serta tarian tradisonal China lainnya.

“Seru aja, lihat barongsai warna merah, dimainkan oleh orang banyak dan diiringi musik tradisional, meriah banget.”

Bintang dengan nama asli  Wu Hui-li ini mengaku paling suka berkunjung ke pusat perbelanjaan di Jakarta saat Festival Barongsai dan Perayaan Cap Go Meh berlangsung.

“Menurut aku bagus ya pertunjukannya, karena budaya China juga merupakan warisan leluhur kita. Alena  lahir di kota  Malang, Jawa Timur, 09 November 1981.

Perayaan Cap Go Meh di Makassar kemarin tak kalah heboh kota-kota lainnya. Hadirnya kelompok-kelompok etnik Sulawesi Selatan jadi nilai tambah perayaan kali ini. Ribuan warga tumpah ke jalanan, dari pagi hingga larut malam menyaksikan beragam atraksi yang dipusatkan di Pecinan Makassar.

Berada ditengah lautan massa menyaksikan pawai Cap Go Meh sungguh luar biasa buat saya. Larut dalam suasana pesta dengan atraksi mendebarkan, menjadi pelipur hati akibat melayang kesempatan bersua dan mendapat Angpao Alena.@

Kredit Foto: Pos Kota Baca Sambungan :“Tertahan di Makassar, Tak Dapat Angpao Caroline Gunawan”

Surat Untuk Nia Ramadhani dan Ardie Bakrie



Salam! Komiu Nipotoveka!!

Nia, saya nge-fans pada Anda dan pada sisi tertentu mengagumi Ardi. Berita baik tentang Anda berdua,sudah saya baca di http://id.news.yahoo.com/kplg/20091017/ten-nia-ramadhani-dipinang-kekasih-51d3def.html. Selamat atas pertunangan Anda!

Saya minta Anda berdua menjadi kebanggaan negeri ini. Sekiranya, Anda, sebagaimana pasangan lain, sudah merencanakan lokasi untuk menghabiskan bulan madu saya minta Anda berdua mempertimbangkan ini:
Satu, Anda hendaknya mengutamakan lokasi di dalam negeri. Di negeri kita ini, banyak tempat indah dan tak kalah romantik untuk melewatkan bulan madu yang tak pula kurang sensasinya.
Dua, negeri kita sekarang lagi prihatin menyusul sejumlah bencana. Semestinya Anda berdua menunjukkan solidaritas, dengan menghindari pesta yang wah dan bulan madu yang mahal di luar negeri.
Tiga,karena dua alasan ini, saya mengundang Anda menghabiskan bulan madu di kawasan Pantai Tanjung Karang. Sebuah "hidden paradise" yang nun jauh di pelosok pulau Sulawesi, tepatnya di Donggala. Donggala sebuah kota eksotik penuh peninggalan sejarah, sekitar 34 km dari Palu, ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah.

TANJUNG KARANG



Sekalipun bukan destinasi populer, mencapai Tanjung Karang sekarang ini jauh lebih mudah. Dari Jakarta, Anda berdua bisa memesan tiket penerbangan langsung, via Batavia air. Hanya dalam 3 jam, Anda sudah mendarat di Bandara Mutiara, Palu. Anda bisa memesan layanan antar jemput lokal untuk mengantar Anda ke Tanjung Karang. Saya merekomendasikan Anda memilih Prince John Resort sebagai tempat menginap. Cukup apik dan nyaman untuk berdua.


Di sini anda benar-benar akan menimati suasana alami sebuah pantai. Air laut jernih berpadu hamparan pasir putih akan menyambut Anda. Anda juga bisa bergabung dengan para penyelam dan pecinta snorkeling yang sudah lama menjadikan kawasan ini sebagai surga.

Pantai Tanjung Karang memang memiliki lanskap yang unik, tiada tara. Ia punya pantai landai dengan hamparan pasir putih dan air dangkal. Ia juga punya tebing tinggi dengan laut yang cukup dalam di depannya. Disinilah Anda berdua, tanpa perlu berenang ke terlalu jauh ke kedalamaman laut (hanya dengan jarak beberapa meter dari bibir pantai) bisa menyaksikan aneka koleksi alami terumbu karang yang keindahannya tak terkirakan.

Di malam hari, sebelum ritual malam penuh cumbu, Anda berdua dapat memesan api unggun untuk menikmati keindahan suasana malam, bintang-bintang di angkasa menyatu dengan gemerlapnya kota Donggala di kejauhan (sekira 5 km) serta indahnya lampu mercusuar yang menunggu di sudut tanjung ini. Saya pastikan Anda serasa ada dalam film Leonardo Dicaprio, The Beach.


Wassalam,


Toragila, Palu, 19 Oktober 2009


saya.

Kredit Foto
http://www.facebook.com/search/?q=rini+christina&init=quick#/photo.php?
http://jerryaurum.files.wordpress.com/2009/06/alexpoint-013.jpg Baca Sambungan :“Surat Untuk Nia Ramadhani dan Ardie Bakrie”

Welcome To Palu

Kota Palu adalah pusatnya Sulawesi Tengah dalam banyak aspeknya. Pengetahuan kita soal kota ini, sedikit banyak memberi kita wawasan soal wilayah-wilayah seputarnya.

Situs resmi berikut ini, terbilang layak Anda kunjungi bila menginginkan info spesifik soal Palu dan Sulteng seumumnya. Situs milik Disbudpar pemprov http://disparbud.sulteng.go.id memuat informasi sekilas tentang potensi wisata dan kebudayaan. Data-data terbaru potensi ekonomi dan bisnis dapat Anda akses di situs BPS,http://sulteng.bps.go.id dan di bidang pendidikan, bolehlah Anda singgah di situs milik Universitas Tadulako, http://www.untad.ac.id . Masih ada beberapa situs yang terkait, tetapi tentu masih amat sangat terbatas, lagi parsial sifatnya.

Welcome To Palu
Baca Sambungan :“Welcome To Palu”