RIWAYAT KAPITAN DAVID WOODARD, TAWANAN RAJA PALU DAN DONGGALA


Demi nyawanya, David Woodard, Mualim Utama Kapal Enterprise berbendara Amerika yang semula hanya berkomunikasi isyarat, terpaksa belajar bahasa Melayu untuk komunikasi selama hampir tiga tahun menjadi tawanan raja Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Ketika berhasil lolos dan minta perlindungan ke Benteng Rotterdam, Makasar, dalam bahasa Melayu yang fasih Kapitan Woodard berkisah suka dukanya di hadapan Gubernur Belanda, yang menyimaknya sambil bercucur air mata.

Kisah David Woodard bermula pada 20 Januari 1793, ketika kapal dagang Amerika, Enterprise, berangkat dari Batavia (sekarang Jakarta) menuju Manila, Philipina. Setelah mengarungi lautan selama enam minggu di Selat Makassar, David Woodard, mualim utama kapal itu, serta lima orang anak buah kapal berpisah dari kapal induknya semasa mereka mencari bantuan bahan makanan dengan melayarkan skoci kecil ke kapal lain.

Bukannya mendapat bantuan, mereka dirampok di pesisir Sulawesi Tengah, tak jauh dari Donggala. Satu anak buahna dibunuh. David dan sisa empat anak buanya menjadi tawanan Raja Palu dan akhirnya Donggala dari tahun 1793-1795.

Atas bantuan penulis William Vaughan, pegawai veen perkapalan di London, kisah keberanian dan penderitaan David Woodard diterbitkan dalam sebuah buku berjudul: The Narrative of Captain David Woodard (NCDW). Woodard berjumpa William Vaughan, di London, ketika Woodard singgah di sana pada tahun 1796, dalam perjalanan dengan kapal barunya menuju Hamburg, Jerman.

Kisah yang disunting Vaughan itu diterbitkan pada tahun 1804, dengan tujuan pengalaman Woodard dijadikan buku panduan untuk kelasi kapal yang mungkin terdampar di kawasan Nusantara (sekarang: Indonesia). Buku itu melampirkan kamus Melayu-Ingris yang ditandatangani David Woodard sendiri. Buku sederhana itu ternyata mendapat sambutan masyarakat maritime se Eropa. Hanya berselang setahun, sudah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Francis di Paris, dan bahasa Jerman di Weimar. Bahkan di London sendiri buku ini terbit cetakan ke dua pada tahun 1805.

Buku Woodard terbagi tiga bagian. Pada bagian pertama, ia berkisah awal perjalanan kapalnya hingga ditawan di daerah sekitar Palu dan Donggala lengkap dengan beberapa upaya meloloskan diri.

Pada bagian kedua, diceritakan gaya hidup masyarakat, mata pencaharian, dan suasana daerah wilayah itu. Keadaan Sulawesi Tengah waktu itu sangat ramai. Peniaga, haji, bahkan perampok laut dari seluruh Nusantara berlabuh di sana, malah palaut Mindanao pun sering mengunjungi pantai ini. Masayarakat setempat juga beraneka ragam. Agama Islam telah menjadi agama umum, dengan ketaatan waktu shalat dan laragan makan babi dan penyu yang tegas. Dengan baik sekali, Woodard mendiskripsikan daerah-daerah Sulawesi yang sempat disingahi, Pamboang, Palu, Donggala, Travalla, dan Makassar. Cuaca-produk dan corak pertanian, burung dan ikan-ikan. Secara singkat juga Woodard berkisah soal sistem pemerintahan, perang, perbudakan,perjanjian damai, Agama, pemujaan,perkawinan dan kematian.
Dan yang menarik, pada akhir bagian ini memuat sebuah daftar kosa kata Melayu berjudul: [A Brief Vocabulary of the Malay Language]. Kosa kata ini ditulis sendiri oleh Woodard selama ditawan. Dalam lampiran itu, Woodard membubuhkan tanda tangan bermaterai.

Bagian ketiga berupa lampiran-lampiran yang antara lain memuat surat-menyurat pribadi Woodard dengan sejumlah pihak

Seorang Ahli Bahasa, James T Collin menyusun sebuah buku berjudul Sejarah Bahasa Melayu: Sulawesi Tengah 1793-1795 khusus meneliti Daftar Kata Melayu versi Woodard ini. Collin mengaku tertarik dengan data dari daftar kosa kata dalam buku yang diperkenalkan kepadanya oleh Profesor Elmendorf, Antropolog Universitas Wisconsin, Medison 1971. “Sejak meminjam The Narative of Captain David Woodard, dari Perpustakan Universitas Woisconsin, saya beriktiar hendak menulis sedikit juga tentang sumber data yang hebat ini.” (JT Collins 2006: iv)

Menurut Collin dalam kesimpulan penelitiannya, NCDW berhasil menampilkan gambaran tentang perkembangan bahasa Melayau di wilayah yang cukup jauh dari dampak kolonialisme. Pola bebas dari pengaruh yang lumrah pada bahasa Melayu yang diwakili dalam NCWD kurang dipengaruhi system Belanda maupunbahasa Belanda.

Kalangan ahli bahasa kurang melirik NCWD, tetapi Collins membuktikan bahwa NCWD yang jauh dari pengaruh dongeng colonial dan tampak dangkal dan remeh temeh, sebenarnya merupakan saksi pada pola penggunaan bahasa Melayu yang sangat purba di Nusantara.
Buku Collin ini mengantar saya bertemu buku Woodard yang luar biasa ini. Dalam buku yang bisa diakses di Google books ini, masih menyebut Dunggala untuk Donggala, Parlow untuk Palu dan Priggia untuk Parigi yang kita kenal sekarang. Bisa difahami bila buku ini sulit ditemui mereka yang mencari dengan kata kunci, Dongala, Palu ataupun Sulawesi Tengah.
Buku Woodard merekam suasana pelabuhan Donggala, yang menjadi jalur perdagangan internasioal yang ramai. Sayang, pelabuhan Donggala kini hanya pelabuhan kecil yang nyaris tak digubris. Bersama dengan itu, bintang Donggala yang menjadi pusat pemerintahan Kolonial Belanda sejak abad 19, dan menjadi kota utama di Sulteng di awal kemerdekaan, turut meredup.@

Sumber Foto:
The Narratif of Captain David Woodard
http://iwansuleman.blogspot.com
http://www.panyingkul.com Baca Sambungan :“RIWAYAT KAPITAN DAVID WOODARD, TAWANAN RAJA PALU DAN DONGGALA”